Berawal dari Bola, Berakhir Pada Jiwa Nasionalisme

Sepak bola adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim dengan masing-masing beranggotakan sebelas orang. Tujuan dari permainan ini sendiri yaitu mencetak gol sebanyak – banyaknya ke gawang lawan. Sepak bola tentunya sudah tidak asing bagi kita semua, karena permainan ini bisa dimainkan oleh semua kalangan, baik dari kalangan atas sampai kalangan bawah sekali pun. Di Indonesia sendiri sepak bola sudah menjadi identitas bangsa. Sejarah sepak bola di Indonesia diawali dengan berdirinya Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia (PSSI) di Yogyakarta pada 19 April 1930 dengan pimpinan Soeratin Sosrosoegondo. Dalam kongres PSSI di Solo, organisasi tersebut mengalami perubahan nama menjadi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia. Sejak saat itu, kegiatan sepak bola semakin sering digerakkan oleh PSSI dan makin banyak rakyat bermain di jalan atau alun-alun tempat Kompetisi I Perserikatan diadakan. Sebagai bentuk dukungan terhadap kebangkitan "Sepakbola Kebangsaan", Paku Buwono X mendirikan stadion Sriwedari yang membuat persepakbolaan Indonesia semakin gencar.

Sepeninggalan Soeratin Sosrosoegondo, prestasi tim nasional sepak bola Indonesia tidak terlalu memuaskan karena pembinaan tim nasional tidak diimbangi dengan pengembangan organisasi dan kompetisi. Pada era sebelum tahun 1970-an, beberapa pemain Indonesia sempat bersaing dalam kompetisi internasional, di antaranya Ramang, Sucipto Suntoro, Ronny Pattinasarani, dan Tan Liong Houw. Dalam perkembangannya, PSSI telah memperluas kompetisi sepak bola dalam negeri, di antaranya dengan penyelenggaraan Liga Super Indonesia, Divisi Utama, Divisi Satu, dan Divisi Dua untuk pemain non amatir, serta Divisi Tiga untuk pemain amatir. Selain itu, PSSI juga aktif mengembangkan kompetisi sepak bola wanita dan kompetisi dalam kelompok umur tertentu (U-15, U-19, U-19, dan U-23).

Sepak bola sangatlah ajaib karena hanya gara – gara sepak bola terkadang didalam suatu negara bisa terjadi perang. Sepak bola membuat nasionalisme kita meninggi hanya dalam hitungan detik saja. Terutama, ketika lagu kebangsaan berkumandang di stadion. Para nasionalis tulen, bisa menangis mendengarkannya. Orang rela mengecat seluruh tubuhnya hanya karena sepak bola. Bahkan, ada yang meninggal akibat sepak bola, Namun sayang terkadang jiwa Nasionalisme itu tercoreng oleh ulah supporter yang tidak bertaanggung jawab. Seharusnya, menang, kalah, atau seri kita harus bisa menerimanya dengan lapang dada. Kita harus bisa menjunjung tinggi semangat fair play dan menunjukan kepada dunia bahwa Negara kita ini adalah suatu Negara yang cinta damai dan ramah. Timnas harus menunjukan kemampuan terbaiknya baik di dalam lapangan ataupun diluar lapangan agar jiwa nasionalisme tidak menjadi nasionalisme yang buta. Ketika Timnas kalah, timnas seperti “from hero to zero”. Supporter seharusnya dapat memahami bahwa sepak bola bukanlah hanya sekedar menang atau kalah, melainkan semangat fair play

Sumber :

http://www.anneahira.com/masyarakat-perkotaan.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Sepak_bola

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER FISIKA DAN KIMIA DASAR 2B 2011

Posset & Latice

Etika Profesi Dalam Dunia Teknologi Informasi